Peluang Bisnis dan Peluang Usaha Halal Di Indonesia
Ketika Wirausaha Kian Belia
Rabu, 20 Desember 2006
Oleh : Teguh Poeradisastra
Di dunia ini hanya ada dua kelompok manusia: pemimpi dan pengusaha. Perbedaan di antara keduanya hanya satu: aksi. Jika pemimpi berhenti sebatas angan-angan, wirausaha berusaha mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Mengapa tak memulainya sekarang juga?
Awalnya adalah Sambel Tomat, warung gerobak di Jl. Mahakam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Modalnya tentu saja sangat besar. Jangan salah, maksudnya gagasan besar, kemauan keras dan semangat berkobar. Modal berupa uang tunainya sih relatif: Rp 15 juta. Dan itu bukan dari kocek satu orang. Uang sejumlah itu dihimpun dari Rene Suhardono Canoneo, Ragil Iman Wibowo, Riko Kasmanda, dan tujuh orang lainnya, masing-masing Rp 1 juta. Lantas, Rp 5 juta lainnya pinjaman dari paman Rene.
Waktu itu, 1998, mereka masih menyewa tempat di pekarangan Restoran Bakery Nila Chandra. ”Sewanya Rp 500 ribu sebulan,” ujar Rene mengenang. Kini, tak sampai sewindu kemudian, siapa menyangka warung gerobak mereka telah berubah menjadi jaringan resto. Di bawah PT Trirekan Rasa Utama yang mereka dirikan pada 2003, bernaung sejumlah resto: Dixie Easy Dining (empat di Jabotabek dan satu di Yogyakarta), Mahi-mahi (dua di Jabotabek dan satu di Yogya), RiceBar (Yogya), Warung Pasta (dua di Yogya), Ronin Bistro (Bekasi) serta Asahi Japanesse Restaurant (Jakarta). Total karyawannya kini 230 orang, bahkan akan terus meningkat karena Warung Pasta mulai dikembangkan dengan model waralaba.
Trirekan cuma salah satu dari usaha kecil dan menengah yang meraih penghargaan Enterprise 50 (E-50). Inilah upaya apresiasi bagi para wirausaha tahan banting yang diselenggarakan Majalah SWA dan Laboratorium Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, serta didukung Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Kegiatan ini telah enam kali kami lakukan sejak 2000. Kami yakin kegiatan seperti ini penting untuk terus menggelorakan semangat kewirausahaan di semua kalangan.
Perbedaan antara wirausaha dan pemimpi memang sangat tipis, hanya satu langkah. Keduanya sama-sama mengangankan dan menginginkan sesuatu. Namun, pemimpi berhenti sebatas angan-angan, sedangkan wirausaha berusaha mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan.
Modal utama pengusaha bukanlah uang atau koneksi, melainkan kreativitas dan keuletan, semangat pantang menyerah. Banyak penelitian yang mengungkapkan, lebih dari separuh wirausaha rontok sebelum mencapai usia tiga tahun. Ada banyak alasannya, termasuk kehabisan modal. Akan tetapi sesungguhnya, faktor yang lebih menentukan adalah kehabisan semangat dan kreativitas. Mereka yang memiliki semangat pantang menyerah memandang kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda. Meski terantuk dan terjatuh, mereka akan bangkit kembali dengan gagah.
Pepatah mengatakan, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Ini memang pepatah djadoel alias djaman doeloe, tetapi masih tetap relevan di era sekarang. Lihat saja buktinya: begitu beragam bidang yang digeluti para penerima penghargaan E-50 untuk mencetak keberhasilan. Mulai dari industri resto hingga jasa keamanan, dari fashion hingga peralatan kantor, dari peranti keras hingga peranti lunak. Skala bisnisnya pun bervariasi, mulai dari yang beromset di bawah Rp 5 miliar/tahun hingga Rp 100 miliar/tahun.
Dengan begitu beragamnya tingkatan peserta ini, agar penilaian menjadi lebih adil, kami mengelompokkan peserta berdasarkan omsetnya: perusahaan dengan omset per tahun > Rp 5-10 miliar, Rp 10-50 miliar, dan di atas Rp 50-100 miliar. Lalu, ada pula kategori Start-up untuk perusahaan yang beroperasi kurang dari tiga tahun dan/atau pengusahanya berusia kurang dari 30 tahun. Selain itu, juga ada penghargaan khusus, yaitu The Most Established Company, The Best in Branding serta The Most Innovative Company.
No comments:
Post a Comment