Menjaga & mengembangkan produk Indonesia
Bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam, hampir tidak ada bangsa di dunia yang memungkirinya. Bahwa Indonesia kaya akan produk seni dan budaya, juga sudah diakui oleh banyak negara, kecuali beberapa, mungkin, yang tidak mengakuinya. Bahwa Indonesia kaya akan produk asli-yang memiliki nilai pasar tinggi dan berpotensi ekspor-belum banyak yang menyadarinya.
Di era informasi dan kesejagatan (globalisasi) ini, makin samar bagi warga dunia tentang siapa mendominasi produk apa. Amerika Utara dan Eropa merupakan pasar terbesar untuk produk berbasis teknologi informasi. Namun, masyarakat di kedua wilayah ekonomi itu tentu belum semua tahu bahwa produk yang mereka beli dan gunakan sehari-hari merupakan buatan Asia.
Mungkin, memahami keadaan seperti itu tidak begitu penting bagi orang Amerika, Kanada, maupun Eropa. Karena, dengan sistem perdagangan dan hukum yang mereka miliki telah sedemikian kuatnya, status produk menjadi relatif tidak penting lagi. Mereka, mungkin juga, tidak lagi terlalu mengagung-agungkan produk luar negeri, karena kualitas barang buatan dalam negeri sudah sedemikian bagus.
Namun, bagi negeri-negeri yang sedang bersaing menuju deretan tempat duduk terdepan simphoni bangsa-bangsa, negeri seperti Indonesia masih memerlukan banyak identitas diri agar lebih dikenal. Nah, aktualisasi terhadap berbagai produk yang kita miliki inilah yang terkadang sulit diwujudkan.
Selain itu, tidak sedikit di antara kita yang masih dihinggapi 'penyakit' luar negeri-minded. Sampai tahun ke-62 kemerdekaan Indonesia, bangsa besar ini masih kesulitan memenuhi banyak sekali kebutuhan mendasar.
Ingin contoh? Untuk memenuhi kebutuhan pangan-komoditas yang sangat mendasar, bahkan-Indonesia terkenal sebagai bangsa pengimpor terbesar untuk beras, kedele, jagung, daging sapi, susu, dan banyak lagi. Apalagi untuk kebutuhan sekunder, tersier, dan seterusnya, kita tidak sungkan-sungkan untuk mengimpornya dari bangsa lain.
Pokoknya, layaknya negeri yang kaya akan devisa, kita mengimpor segalam macam komoditas, dari jarum jahit hingga mesin industri. Dari beras hingga pesawat terbang. Sedangkan devisa hasil ekspor-yang didominasi oleh bahan mentah dan nyaris diambil begitu saja dari alam-hanya menghasilkan angka minimal, karena nilai tambahnya yang relatif rendah.
Sehingga tidak mengherankan apabila untuk produk tertentu, membandingkan jambu-dengan-jambu alias apple-to-apple, negeri ini mengalami defisit neraca transaksiyang cenderung membengkak dari tahun ke tahun.
"Lha wong sabun mandi, pasta gigi, atau sampo aja kok kita harus mengimpornya, setidaknya formula dan brand-nya. Apa sih susahnya bikin barang-barang seperti itu? Produk dan brand lokal untuk produk seperti itu ternyata sangat minim di negeri kita ini," ujar seorang rekan praktisi industri. Pertanyaan seperti itu mungkin juga sering berkecamuk di benak Anda.
Jika kita ke China atau India, pertanyaan seperti tadi niscaya gugur dengan sendirinya. Ya. Di kedua negara dengan jumlah penduduk masing-masing 1,3 miliar dan 1,1 miliar jiwa itu, kemandirian produk domestik amat membanggakan.
Walhasil, alih-alih membuang devisa untuk mendatangkan produk kebutuhan sehari-hari, China dan India malah mampu menciptakan pasar bagi produk buatan anak negeri.
Berangkat dari fenomena tersebut serta membantu negeri ini untuk lebih dikenal serta memperkaya khasanah keindonesiaan kita-dan mengambil inspirasi dari keberhasilan berbagai bangsa besar yang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, termasuk China dan India-harian Bisnis Indonesia menyelenggarakan sebuah kegiatan bertajuk Anugerah Produk Asli Indonesia.
Kegiatan ini sekaligus untuk menginventarisasi dan menggali berbagai potensi nasional di bidang pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi bangsa besar ini. Penyelenggaraan pada tahun ini adalah untuk kali yang kedua.
Kepada berbagai komoditas perdagangan unggulan yang merupakan indigenous product Indonesia itu, Bisnis Indonesia ingin menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi atas kinerja mereka yang turut memajukan industri nasional dan menambah kebanggaan bangsa.
Cinta produk RI
Dari kegiatan ini, diharapkan tumbuh kecintaan yang makin besar terhadap produk asli Indonesia, sehingga di masa datang kita mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri (tentunya dengan berbagai keunggulan serta realita bisnis yang berlaku, baik dalam hal harga maupun kualitas mampu bersaing dengan produk eks-impor).
Bila kebiasaan ini berlanjut, sudah barang tentu akan memacu tumbuhnya industri domestik karena produsen yakin konsumen dalam negeri akan lebih memilih produk buatan bangsa sendiri. Dalam skala nasional, hal ini akan memacu pula tumbuhnya industri terkait maupun industri pendukung.
Pada gilirannya nanti, bangsa Indonesia tidak perlu lagi mengekspor bahan mentah yang bernilai tambah rendah. Dengan berkembangnya industri nasional yang mengakar, seluruh bahan mentah tersebut hanya dijual kepada bangsa lain dalam bentuk jadi, yang berarti memiliki nilai tambah sangat tinggi. Terhadap produk yang memperoleh penghargaan, pemerintah-dalam hal ini Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, maupun Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM-dapat memberikan fasilitas seperti mengikutsertakan mereka dalam pameran berskala internasional atau memberikan bimbingan manajemen bagi yang masih memerlukannya.
Inilah pada hakekatnya mengapa Harian Bisnis Indonesia merasa perlu dan terpanggil untuk berbuat bagi produk asli Indonesia. Mungkin di tengah-tengah khalayak ada yang mempertanyakan apa kriteria produk asli Indonesia.
Kesemuanya akan dijawab tuntas dalam laporan singkat ini. Lagipula, dewan juri sudah menentukan kriteria sangat ketat bagi pelaksanaan program ini. Di sisi lain dewan juri juga adalah mereka yang kompeten di masing-masing bidang. Mereka adalah Amalia E. Maulana (Head, MM Srategic Marketing, Binus Business School), Yongky S. Susilo (Direktur Nielsen, lembaga survei), Insan Budi Maulana (praktisi hukum), Narga S. Habib (Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), Goenawan Lukito (Presdir PT Oracle Indonesia), Iman Sudarwo (Ketua Badan Standardisasi Nasional), dan Rofikoh Rokhim (ekonom Bisnis Indonesia).
Tiada gading yang tak retak. Selalu saja ada kemungkinan kesalahan dalam pembuatan program ini, mengingat berbagai kendala yang harus dihadapi tim panitia maupun dewan juri.
Atas segala kekurangan tersebut, Bisnis Indonesia menjanjikan kinerja yang lebih baik pada pelaksanaan di tahun-tahun mendatang. Kalau tidak berani memulainya, tidak akan pernah terjadi. Begitu kata para bijak. (ahmad.djauhar@bisnis.co.id)
Oleh Ahmad Djauhar
Wartawan Bisnis Indonesia
Peluang Bisnis | Peluang Usaha | Bisnis Internet | Bisnis Online Halal
Bisnis Halal
No comments:
Post a Comment