20070913

Bisnis Makanan dengan Sistem Waralaba Makin Marak

Bisnis Makanan dengan Sistem Waralaba Makin Marak

JAKARTA – Bisnis makanan dipercaya merupakan salah satu dari sekian banyak bisnis yang tidak terlalu terkena imbas krisis. Sebabnya, semua orang butuh makanan, sehingga otomatis pasti dicari orang. Sekarang tinggal bagaimana mengemas bisnis tersebut, sehingga mampu dijual. Yang jelas, faktor paling mendasar adalah rasa (taste) dari makanan yang dijual. Setelah itu untuk dapat sukses diperlukan strategi yang fokus dan komitmen penuh. Tiga hal tersebut mutlak dilakukan oleh bisnis makanan yang dikelola, baik secara mandiri atau dengan menganut sistem waralaba (franchise).
CFC (California Fried Chicken) - restoran siap saji yang banyak menganut sistem waralaba – juga melakukan strategi di atas.
Seperti dijelaskan oleh General Manager Operation, Cecep Rakhman, pihaknya banyak melakukan inovasi baru. Sementara ini katanya, CFC banyak melakukan pengembangan produk dan pembukaan outlet. Yang akan segera diresmikan antara lain di Jababeka, Dumai (Provinsi Riau), dan di Purwakarta.
Tahun ini CFC tegas Cecep, bersikap cukup ekspansif dengan menargetkan pembukaan 10 outlet baru di sejumlah kota di Tanah Air. Saat ini sudah berdiri sebanyak 124 outlet dengan 40-an di antaranya dengan sistem waralaba, sisanya dengan modal ventura (JV) dan dikelola sendiri.
Ia mengungkapkan kunci sukses berbisnis makanan dengan sistem waralaba. ”Agar sukses di bisnis ini kuncinya cuma komitmen. Kita ini komitmen untuk memberi kesempatan bagi masyarakat lokal ikut menjalankan bisnis restoran siap saji bersama CFC. Dan kita memberi beberapa alternatif pilihan sehingga masyarakat bisa memilih,” ujarnya.
Cecep menyebutkan, kepada masyarakat yang ingin menjalankan bisnis CFC, tersedia paket investasi beragam. CFC mengenakan franchise fee sebesar Rp 100 juta, di samping itu ada pula biaya untuk peralatan (equipment) mulai dari Rp 400 juta, Rp 500 juta dan Rp 600 juta, disesuaikan dengan luas outlet antara 120 meter persegi, 150 meter hingga lebih dari 150 meter persegi.
Ia cukup yakin bahwa calon investor yang ingin menanamkan uangnya, bisnis waralaba CFC memberi return atau pengembalian yang cukup bagus. Menurutnya, pengalaman CFC selama ini membuktikan, titik impas atau BEP (Break Even Point) tercapai dalam waktu yang relatif cepat, tinggal sekarang bagaimana lokasi outlet tersebut apakah strategis atau kurang.

Wendys Optimistis
Sementara, PT Wendy Citrarasa yang mengelola restoran waralaba cepat saji Wendys Old Fashioned Hamburgers misalnya secara perlahan tapi pasti berupaya bangkit setelah terpengaruh krisis beberapa tahun lalu. Restoran waralaba dari Amerika ini sempat mencapai 45 outlet di seluruh Indonesia. ”Namun, karena krisis melanda Indonesia, manajemen terpaksa melakukan restrukturisasi dan kini tingal 25 outlet,” kata Food Business Devision Head Associate Director PT Wendys Citrarasa, Sri Sumiyarsi.
Menurut Sri—demikian ia biasa dipanggil—Wendys tetap optimis bahwa bisnis makanan tetap prospek di dalam negeri. Apalagi, restoran Wendys hampir tidak memiliki kompetitor. Karena restoran yang hampir sejenis umumnya siap saja, sementara Wendys adalah restoran cepat saji. ”Jadi, ada yang berbeda, di mana Wendys selalu menyajikan makanan yang fresh,”tuturnya.
Selain itu, kata Sri, Wendys juga memiliki menu yang berbeda dengan restoran lain, termasuk restoran siap saji. Beberapa jenis makanan yang disajikan memang hampir sama seperti chicken, spaghetti, kentang dan hamburger. Yang membedakan Wendys dengan lainnya adalah menu. Ada sejumlah menu bagus di Wendys seperti Chili with rice, chili, baked patato, chesse sauce. Bahan bakunya semuanya impor dan sangat diminati konsumen asing maupun lokal.
Soal segmen pasar restoran Wendys, kata Sri Sumiarsi yang saat itu didampingi Distric Manager PT Wendy Citrarasa, Ade Permatasari, usia 15 tahun hingga 40 tahun. Karena itu, Wendys umumnya tidak hadir di semua tempat, melainkan hanya di kota-kota atau lokasi tertentu saja. Hingga saat ini, outlet Wendys kebanyakan di Jakarta, sedangkan di kota lain masing-maisng di Cirebon, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan Bali.
Dalam waktu dekat, Wendys akan membuka outlet baru. Persiapan untuk pembukaan kembali sejumlah outlet sedang dilakukan. Dan kebetulan, sistem waralaba yang dikelola restoran ini sepenuhnya masih dikuasai PT Wendy Citrarasa.

Resep
Dibandingkan waralaba makanan atau restoran siap saji lainnya, Cecep optimis bahwa CFC lebih baik. Bahkan ia tidak takut dengan persaingan yang ketat yang datang dari restoran waralaba asing lain yang juga marak masuk ke Indonesia belakangan ini. Tanpa menyebut merek waralaba asing lain seperti KFC, McDonald, Wendys, ia menyatakan bahwa CFC jauh lebih fleksibel.
”Kita ini sepenuhnya waralaba lokal tetapi lebih fleksibel, karena memberi keleluasaan bagi investor untuk memilih paket waralaba. Berbeda dengan waralaba asing yang kaku dengan aturan, CFC hanya menerapkan standar yang sama untuk produksi dan harga,” katanya menambahkan.
Hal itu disadari sangat penting sebagai bentuk kontrol atas bisnis dan menjamin keberlangsungan bisnis. Karena jika standar produksi dan harga tidak dilakukan, ia takut komplain konsumen dialamatkan kepada CFC, sehingga menimbulkan citra buruk.
Untuk diketahui, CFC dahulunya adalah waralaba asing asal Amerika Serikat dengan nama Pioneer Chicken. Ketika tahun 1989 perusahaan induk di AS mengalami kebangkrutan, pihak CFC di Indonesia mengganti nama perusahaan.
”Kita tinggal mengambil resep dari AS dan CFC tetap menyajikan produk-produk standar. Terbukti selama ini CFC mampu terus berkembang dan melakukan inovasi-inovasi,” katanya menjelaskan.

Bebek Bali
Sementara itu, PT Sarwagata Keluarga Sejahtera, pemilik Resto-Café-Gallery Bebek Bali kini sedang menawarkan restorannya secara waralaba, baik kepada investor lokal maupun asing. ”Hadirnya AFTA (Asean Free Trade Area) di dalam kondisi daya beli masyarakat yang cenderung menurun sebagai akibat kondisi perekonomian nasional yang masih belum pulih memaksakan waralaba asing bersikap wait and see masuk ke pasar Indonesia. Kondisi demikian ini, kami lihat justru sebagai peluang dengan menawarkan restoran kami secara waralaba, baik buat investor lokal maupun asing,” ungkap Presiden Direktur PT Sarwagata Keluarga Sejahtera, Millyana Rani di Jakarta belum lama ini.
Menurut Millyana, pada 2003 ini, Bebek Bali akan mengembangkan usaha waralabanya ke Malaysia, yang sudah dirintis sejak tahun 2002 lalu dan ke Bangkok (Thailand). Sejak didirikan tahun 1997, hingga kini telah memiliki tiga outlet, masing-masing di Taman Ria Senayan, Water Boom, Cikarang dan Batam Center. Dalam kurun waktu enam tahun, Bebek Bali telah menghasilkan pertumbuhan revenue rata-rata 30 persen/tahun.
Tentang besarnya peluang yang ditawarkan kepada investor pembeli waralaba Bebek Bali di Indonesia, menurut Millyana, yakni return on investment (ROI) 25 persen per tahun, sehingga diharapkan investor akan mendapatkan investasinya kembali pada tahun keempat. Kami optimis target ini tercapai, karena penggemar masakah bebek di Indonesia sangat besar jumlahnya bila dibandingkan dengan jumlah restoran yang menawarkan makanan bebek,” cetus Millyana Rani lagi.
Tentang besarnya dana yang harus dikeluarkan investor untuk bisa membeli waralaba Bebek Bali, menurut Millyana, terbagi berbagai katregori. ”Kami memberikan peluang kepada investor guna mendapatkan harga murah untuk membayar franchise fee mulai dari Rp 150 juta untuk usaha resto hingga Rp 200 juta buat usaha resto café. Sedangkan royalty fee per bulan sebesar lima persen dari revenue. Nilai pembayaran sebesar ini sudah termasuk dukungan penuh manajamen Bebek Bali, mulai dari standar operasional, training, hingga pasokan seluruh kebutuhan Bebek Bali,” ungkapnya.
(gun/rvs/kbn)

No comments:

Keliling Dunia Lewat Bisnis dari Rumah